Warung Madura, Kemenkop dan Bidak Kapitalisme?
Oleh: Abdul Rohman Sukardi
Jakarta, VISIONEERNEWS.ID – Warung Madura (WM), atau Toko Kelontong Madura (TKM), memang fenomenal. Ia menyediakan kebutuhan pokok. Hadir hampir di setiap gang di Jakarta. Berupa _outlet_ dalam ukuran ruko kecil.
Cirinya terdapat display kotak-kotak kaca berisi beras yang dijual. Beragam variasi harga. Buka 24 jam. Juga terdapat display rokok.
Air minum isi ulang, aneka _snack_, minuman kemasan, tersedia. Terdapat pula _freezer_ pendingin minuman bagi para penyuka aneka minuman dingin.
Ia hadir merupakan penantang utama dari konglomerasi retail. Seperti Alfa Mart dan Indomart.
Keunggulan WM atau TKM hadir hampir di setiap gang. Mendekati perkampungan-perkampungan padat penduduk. Ukuran _outlet_ yang kecil menjadikan fleksibel masuk pada setiap gang. Berbeda dengan Alfamart ataupun Indomart. Ia berada di jalan-jalan relatif besar. Tidak masuk pada gang-gang yang relatif sempit.
WM buka 24 jam. Memenuhi kebutuhan masyarakat pada jam-jam yang tidak bisa dilayani Alfamart dan Indomart. Karena jam kerjanya sudah tutup.
Lama-kelamaan, konsumen terikat pula dengan WM. Konsumen menjadi belanja ke WM di luar jam Alfamart dan Indomart tutup. Ketimbang jauh-jauh belanja ke Alfa atau Indomart. Ketika barang tidak tersedia di WM, baru konsumen belanja ke Alfa atau Indomart.
Belum ada statistik berapa total _outlet_ WM di Jakarta ini. Berapa omsetnya per bulan. Berapa potensi pasar dari Alfamart dan Indomart tergerus.
Akan tetapi jika melihat kehadirannya pada setiap gang, ia menguasai pasar yang besar.
Eksistensi WM merupakan tanda kehadiran entrepreneur/wirastawan pribumi skala UKM. Kehadirannya bukan hanya perlu didukung, akan tetapi juga harus dilindungi. Bahkan ditumbuhkembangkan.
WM ternyata tidak hanya hadir di Jakarta. Ia ada pula di Bali. Terpantau dari berita Detik pada tanggal 24 April 2024. Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim memita WM mentaati regulasi daerah untuk tidak buka 24 jam. Terdapat peraturan daerah yang mengatur jam buka operasional toko.
Anehnya pengetatan aturan itu atas permintaan pengusaha minimarket. Skala usaha konglomerasi meminta untuk disepadankan perlakukannya dengan usaha skala kerakyatan.
Kementerian koperasi merupakan ujung tombak atau panglima dalam pemberdayaan dan perlindungan koperasi dan UKM. Ia seharusnya mencari jalan dan perlindungan bagi tumbuhnya usaha perkoperasian dan UKM. Tidak pada tempatnya jika kementerian koperasi dijadikan bidak perlindungan bagi usaha-usaha konglomerasi. Bidak kapitalisme. Dengan mematikan usaha kerakyatan.
ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 25-04-2024
Editor Dion