Direktur Serealia, Ditjen Tanaman Pangan, Ismail Saleh memimpin rapat Rencana Pelenitian Biosaka di Bogor, Senin (26/12/2022)
VISIONEERNEWS.ID, 28 Desember 2022-Keragaman hayati yang melimpah untuk menghasilkan sumber pangan dengan kandungan metabolit primer: karbohidrat, protein, dan lipida sangat potensial dikembangkan sebagai sumber pangan sehat melalui pertanian alami, terutama dengan penggunaan bahan alami serta meminimalisir pemakaian pupuk kimia sintetis, pestisida sintesis, dan herbisida sintesis.
Dalam upaya mendorong penemuan oleh orang biasa namun dengan cara yang luar biasa seperti yang dilakukan oleh Muhamad Ansar dari Kabupaten Biltar, Jawa Timur, yang mengembangkan Biosaka.
Biosaka terdiri dari dua penggalan kata, yaitu “Bio” adalah hayati/mahluk hidup, sedangkan “SAKA” singkatan dari Selamatkan Alam Kembali ke Alam.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sangat concern untuk mendorong pengembangan dan pemanfaatan Biosaka yang kemudian diketahui berperan sebagai elisitor dengan melakukan pengkajian dan pengujian lebih mendalam lagi tentang manfaat dari Biosaka. Terkait hal tersebut, Direktorat Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, menyelenggarakan rapat Rencana Penelitian Biosaka di Bogor secara luring maupun daring, Senin (26/12/2022).
Rapat dipimpin oleh Direktur Serealia, Ismail Saleh, yang dihadiri oleh perwakilan dari Fakultas Pertanian Universitas 11 Maret, IPB Bogor, UGM Yogyakarta, Universitas Soedirman, dan Universitas Brawijaya. Turut hadir para pakar dan profesor riset yang ahli di bidangnya masing-masing, antara lain Prof. Dr. Iswandi Anas, M.Sc (IPB) dan Prof. Dr. Ir. Robert Manurung, M.Eng (ITB), serta Kepala Balai Penelitian Tanah Dr. Ir. Ladiyani Retno Widowati,M.Sc, juga Prof. Dr. Bustanul Arifin, M.Sc.
Dirjen Tanaman Pangan, Suwandi dalam sambutannya menyampaikan bahwa Biosaka merupakan inovasi yang lahir atau berasal dari para petani.
“Biosaka terbuat dari bahan alami, yaitu rerumputan yang dengan mudah didapatkan di lingkungan sekitar, dan yang terpenting ini gratis,” kata Suwandi melalui daring.
Suwandi menekankan pentingnya mengubah paradigma pola pertanian dari penggunaan unsur kimia dengan konsep pertanian organik. Selain tetap menjaga lingkungan, hasil pertanian organik lebih berkualitas, harga jualnya pun tinggi.
“Petani yang mau beralih ke organik akan kita bantu dan fasilitasi,” kata Suwandi.
Tentu diperlukan banyak masukan sebelum Biosaka menggelinding membasahi seluruh bumi pertiwi ini. Karena itu, diperlukan keterlibatan perguruan tinggi serta lembaga penelitian dalam pengembangan Biosaka.
Tak kalah penting, diperlukan adanya data dukung berupa jurnal ilmiah terkait bahan alami serta adanya standardisasi produk terkait kandungan senyawa yang ada di dalam Biosaka mengingat rumput yang digunakan bebeda-beda, selain juga dibutuhkan standardisasi metode (peremasan, pengabutan), karena kegagalan dalam pembuatan Biosaka terbilang cukup tinggi sekaligus menghindari subyektifitas.
Seperti disampaikan oleh beberapa perwakilan perguruan tinggi dalam rapat tersebut. Prof. Dr. Ir. Samanhudi SP, MSi, IPM, ASEAN Eng dari Fakultas Pertanian UNS, misalnya menyatakan bahwa dari sisi ilmiah harus dibuktikan senyawa apa saja yang terkandung di dalam konsep pertanian alami Biosaka. Jadi, bukan hanya penggunaan pupuk dalam jumlah sedikit.
“Selama ini menggunakan hormone pengatur tumbuh, auksin sitokinin giberelin tahu manfaatnya. Biosaka sudah tahu khasiatnya, tinggal pembuktian balik. Jadi ada rumus kimianya, harus ada namanya. Perlu keterlibatan ahli kimia dan biokimia untuk mengetahui cara ekstrasinya, karena itu memerlukan scientifikasi. Tujuannya untuk memastikan unsur-unsur apa saja yang dibutuhkan dari lima jenis unsur di Biosaka, sehingga semuanya bisa berkolaborasi. Jika hasil uji dari para ahli itu sudah dipastikan, ketika dipublikasikan bisa dipertanggungjawabkan,” tutur Samanhudi.
Ia mengutarakan, sumber-sumber atau bahan baku pertanian alami Biosaka banyak didapatkan di sekitar kita, sehingga bisa diproduksi secara besar-besaran. Jadi, dapat mengefisiensi penggunaan pupuk.
Sementara Subejo, SP, M.Si, Phd, Wakil Dekan Universitas UGM menyatakan, konsep pertanian alami Biosaka perlu dilakukan uji-uji komponen. Pihak UGM bisa dijadikan partner dalam uji komponen tersebut.
“Uji komponen ini untuk mengkaji serta menganalisis secara esensial kandungan yang ada, sehingga mempunyai kemampuan strategis,” jelasnya.
Kemudian pendapat Dr. Ir. Damanhuri, MS, Dekan Universitas Brawijaya, yang mempertanyakan, bagaimana Biosaka adalah harmoni. Karena itu, diperlukan kejelasan kriteria harmoni dari segi fisik, sehingga aplikasi tersebut nantinya bisa diterapkan.
“Apakah dengan gulma yang beda, responnya juga beda. Ketika mencampur lima spesies yang sama atau beda, bagamana hasilnya? Faktanya, dengan Biosaka kebutuhan pupuk bisa dikurangi 30 persen untuk mengatasi kelangkaan pupuk, ” paparnya.
Pendapat lain tentang Biosaka disampaikan oleh Prof. Dr. Satriyas Ilyas dari IPB. Menurutnya, yang paling bagus plus 100 persen NPK. Dalam Biosaka terkandung pathogen santhomonas oryzae hawar daun bakteri. Proses pemilihan bahannya something wrong.
Ia mengungkapkan, ada penelitian Biosaka plus 50 persen NPK, namun terbaik juga.
“Jadi, bukan hanya dari gulma, frekuensinya berapa kali dilakukan penyemprotan dari setiap fase pertumbuhan tanaman, dan dijelaskan mengapa harus dilakukan pengkabutan. Sifat fisik biologi dan fisika tanah diperbaiki. Bagamana respon terhadap hama dan penyakit tanaman. IPB akan berperan dalam kegiatan ini. Kami akan bentuk tim kajian,” ujarnya.
Menindak lanjuti pernyataan-pernyataan tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan pada Januari 2023 akan melakukan pertemuan yang juga melibatkan para praktisi dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Dari pertemuan ini diharapkan semakin banyak masyarakat memahami tentang Biosaka, sehingga Biosaka akan menjadi elisitor yang akan membawa dampak harmonisasi bagi petani Indonesia. (Kontributor: Ricky Ruhimat – Fungsional PMHP Ahli Muda).