Ketum LBH GAPTA, Richard William SH
Jakarta,Visioneernews.id- Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Advokasi Pengacara Publik Tanah Air (LBH GAPTA), Richard William SH, menduga jaringan mafia tanah terus mencoba menguasai oknum-oknum birokrasi hukum di Indonesia.
Menurut Richard, dugaannya itu terungkap sebagaimana surat yang dilayangkan LBH GAPTA kepada Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kabareskrim Polri, Up. Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri. Surat tersebut merupakan respon dari adanya Surat Pemberitahuan Kasasi Nomor: W15.U12/3293/Pid/XI/2021 tertanggal 30 2021 a.n Ketua Nomor: W15.U12/3293/Pid/XI/2021 tertanggal 30 2021 a.n Ketua Pengadilan Negeri Batulicin H. Fahrul Rifani SH, selaku panitera, perihal Kutipan Putusan Mahakamah Agung Republik Indonesia tanggal 16 Nopember 2021 No. 3592 K/PID.SUS.LH/2021.
“Berdasarkan surat tersebut, jaksa penuntut umum telah mencabut kasasinya. Terdakwa Kurdi bin (Alm) Noor Aini tetap divonis hukuman satu tahun tiga bulan. Awalnya Pengadilan Tingkat Pertama PN. Batulicin, dan Tingkat Banding PT Banjarmasin, memvonis Kurdi empat tahun dan denda 2 miliar rupiah,” tutur Richard yang juga kuasa hukum Ny. Fitri Amyliani, isteri terdakwa Kurdi bin (Alm) Noor Aini dalam keterangan persnya, Jumat (3/12/2021).
Richard menambahkan, walau hal tersebut jelas-jelas bertentangan dengan sanksi pidana, sebagaimana yang tertuang dalam rumusan bunyi Pasal 92 ayat (1) huruf a, Jo. Pasal 17 ayat (2) huruf b Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Kawasan Hutan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama sepuluh tahun, serta pidana denda paling sedikit 1,5 miliar rupiah, dan paling banyak 5 miliar rupiah.
Richard mengingatkan bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum dan alat-alat bukti di persidangan, jelas-jelas nyata Kurdi bin (Alm) Noor Aini tidak terbukti bersalah. Namun tetap dipaksakan harus menjalani sisa hukuman.
“Dari itu tampak jelas ada kaitanya dengan dugaan legalisasi perambahan kawasan hutan dan perusakan lingkungan hidup secara besar-besaran. Salah satunya patut diduga dilakukan oleh PT. Sajang Heulang Minamas Plantation Group, yang didanai oleh Bank Niaga Jakarta (CIMB Niaga) dan PT. Borneo Indobara (BIB),” papar Richard.
Richard mengklaim dugaannya itu bisa dibuktikan dengan adanya Surat Konfirmasi Status Kawasan Hutan Nomor: S.1573/BPKH.V/PKH/UM/10/2021. Tanggal, 26 Oktober 2021, yang ditandatangani oleh Kepala Balai Ir. Moech Firman Fahada, M.P, atas permintaan Direktur Reskrim Umum Polda Kalimantan Selatan, tertanggal 18 Oktober 2021, dan bukti pengakuan para penjual lahan, serta para pembuat surat palsu, yang hinga kini tidak tersentuh hukum , seolah kebal hukum.
Richard berharap melalui surat tersebut, Jaksa Agung dan Tim Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri, untuk segera turun ke lokasi (Locus Delicti) di Desa Sebamban Baru dan Desa Tri Martani, Kecamatan Sungai Lomban, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan.
Richard menekankan, “Supaya dunia tahu, bahwa salah satu paru-paru dunia telah diporak porandakan oleh yang patut diduga para jaringan mafia tanah yang sudah menggurita di Indonesia .” (VN)